Senin, 11 November 2013

[un]affair, review The Black in The Book

Dibuka dengan tokoh utama yang mengalami kesialan di hari itu; ban motor bocor, hujan turun deras, dan... adanya undangan yang menantinya di rumah.

Di Kota Sendu, cinta tak seharusnya datang.

Bajja, dengan dua j, bekerja di bagian desain di sebuah perusahaan percetakan. Dia sering berpapasan dengan seorang gadis berambut panjang di rel kereta api. Gadis itu berjalan ke arah datangnya Bajja, begitu juga sebaliknya.

Maka, betapa kagetnya dia ketika menemukan gadis itu ada di kantornya. Arra, dengan dua r, namanya. Dia ingin mencetak sebuah buku untuk seseorang yang teramat penting dan spesial baginya. Kekasihnya. Tentu saja Bajja tahu itu, siapa yang tidak mau repot-repot mencetak satu buku dengan harga yang tidak murah kalau bukan untuk orang tercinta?

Mereka tidak begitu mengenal, hanya pernah berjalan bersama sekali setelah tidak sengaja bertemu di kafe; itu juga karena Bajja bersikeras mengantar Arra pulang karena sudah malam. Perjalanan mereka berdua memang lebih banyak diisi keheningan dibandingkan suara, tapi itu sudah cukup bagi Bajja untuk terus mengingatnya.

Sampai suatu malam Arra meneleponnya, mengatakan uangnya habis dan sepatunya membuat kakinya terluka. Dia akan datang ke rumah Bajja.

Arra tertidur di sofa rumah Bajja. Tidurnya terlihat lelap, dan dengan memandangi Arra seperti itu, Bajja bertanya-tanya; apa yang dia rasakan?

Entah mengapa, hanya menatap dirinya saja, sanggup membuat jantungku lebih berdegup.
Selanjutnya Arra selalu datang ke rumahnya dalam waktu yang bisa ditebak. Bisa keesokan harinya, lusa, atau bahkan berminggu-minggu. Tapi Bajja membiarkannya, meskipun pertanyaan-pertanyaannya menggantung di udara ketika mereka duduk berhadapan; Arra di sofa yang bisa membuatnya tertidur, Bajja di seberangnya.

Kenapa Arra melakukan ini? Bukankah dia sudah memiliki kekasih? Di mana kekasihnya? Apakah Arra juga memiliki perasaan khusus untuk Bajja?

Sudah lama buku ini ada di dalam wish-list saya. Beberapa hari (atau minggu?) yang lalu, saya melihat tweet Yudhi Herwibowo yang menawarkan kedua bukunya ([un]affair dan satu lagi saya lupa judulnya) secara gratis dengan syarat untuk di-review. Tentu saja saya tidak mau melewatkan kesempatan ini, saya membalas tweet beliau dan memberikan link blog ini. :)

Dari halaman pertama, bisa dibilang saya sudah jatuh cinta dengan Kota Sendu; kota kecil yang pastinya terlihat cantik bila hujan. Mau tak mau saya membayangkan jalanan di kota itu seperti di jalan Braga.

 
Jalan Braga di malam hari
Saya juga jatuh cinta dengan cara penulis bertutur, menceritakan kisah tentang Bajja dan Arra, suasana di Kota Sendu, perasaan dan apa yang dipikirkan Bajja...

Aku tiba-tiba seperti telah memasuki sebuah ruangan kosong yang telah lama tak lagi kudatangi.Sebuah ruangan sepi yang dipenuhi dengan bayang-bayang tentangnya. Sebuah ruangan sepi yang seakan memutar semua kejadian-kejadian tentangnya. Sebuah ruangan sepi yang juga memantulkan echo-echo suaranya yang tak berkesudahan...
Twist yang diberikan di akhir buku juga cukup untuk membuat saya kaget, bahkan melotot memandangi tulisan-tulisan itu, berharap mata minus ini menipu saya dan saya hanya harus mengerjapkan mata untuk bisa membaca yang sebenarnya. Sayangnya, berapa kali pun saya mengedip-ngedipkan mata (dan menggosok kacamata), tetap saja tulisannya tidak berubah. Berarti mata saya memang tidak menipu.

Oh ya, saya sebenarnya kurang sreg dengan penggunaan kata engkau yang sering digunakan Arra dan Bajja. Oke, percakapan antara tokoh-tokoh memang menggunakan kata formal, tapi, ayolah. Kenapa tidak menggunakan kau saja?

Lalu, saya baru tahu ini novel roman penulis yang pertama. Hahaha, overall, saya memang suka buku ini, yang habis dibaca dalam waktu kurang lebih 4 jam. Saya mau coba novel Yudhi Herwibowo yang lain, deh. ^^

3.5/5

Judul: [un]affair
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penerbit: Penerbit Katta
172 halaman, paperback
ISBN 978979103278


http://theblackinthebooks.blogspot.com/2013/06/unaffair.html

Jumat, 02 Agustus 2013

[Un]affair a novel by Yudhi Herwibowo, repiu di Elya Resha's Blog

Sekarang aku akan mereview tentang novel seorang temanku.. Yudhi Herwibowo

Terkadang aku lupa kalau dia adalah penulis, karena tulisan di pesannya selalu kacau, terlalu sering bercanda dan mungkin aku tidak percaya kalau dia sudah menerbitkan 29buku !!! Bagaimana bisa dia menulis sebagus itu (dalam hati mengumpat)..  Well, info aja dia lulusan arsitektur UNS yg mungkin mahasiswa "salah jurusan" karena passionnya ada di menulis..


Tapi itulah kenyataan, oke Mr. Penulis.. Ini review pertamaku ttg bukumu :) walo mungkin agak telat. ato mungkin telat banget hehe
dan maaf kalo hasilnya tak sebaik hasil review teman-temanmu hehe..







[Un]affair



Pertama kali lihat buku ini yang aku beli di Toko Gunung Agung Citraland, aku langsung tertarik membelinya. Sebenarnya sudah lama sejak buku itu terbit, dan aku baru sempat berkunjung ke toko buku, dan membeli buku (un) affair itu. Dan baru punya duit juga sih.. :p
Sampul yg simpel. Mungkin terlihat kurang "heboh" dibanding cover2 novel yg ada di sampingnya. Teringat aku sama buku dia yg pertama aku baca, novel gokilnya yg ke 4. "Gokil Van Ngekos" sampulnya cenderung ALAY.. Beda dengan novel dia yang ini... Mungkin sesuai dengan judulnya. (Un)affair. Dikota sendu cinta tidak seharusnya datang.....
Mari kita buka buku ini.. .
Dibagian Daftar Isi dari buku ini sudah membuatku berdecak ngeri kagum.. Bahasanya itu lho!! Penulis banget.. Contohnya misalnya
"hanya sebuah kata saja, dapat membuat otakku bergerak merangkai bayangan seorang perempuan jelita di pelupukku" 
"Udara ini dipenuhi zat-zat untuk melupakan seseorang" 
Dan sebagainya.. 
Hmm, Kamu hebat, penulis .. 
Bahasanya indah, namun ringan, sehingga mudah bagiku untuk memasuki tulisanmu
Novel ini dibuka dengan sebuah prolog. Diceritakan sebuah kejadian yang tak tahu siapa yang mengalami kejadian tersebut.
Sosok tokoh utama baru dijelaskan di bagian kedua dari novel ini..
Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama atau aku-an. Dengan aku sebagai Bajja.. Tokoh utama dari buku ini.. Bajja adalah seorang designer disebuah kantor desain grafis.. Penulis menceritakan tentang sosok Bajja dengan sangat detail, dengan pemilihan kalimat-kalimat yang tepat sehingga membuat aku terasa ikut menyatu dalam cerita, dengan imajinasi yang menari-nari membayangkan sosok seorang Bajja. Bagaimana tampangnya? Bagaimana cara berjalannya. Semuanya menari dalam imajinasiku.
Lalu kemudian muncul sosok arra.. Arra wanita yg dilihat oleh Bajja, walau hanya sekilas tapi Bajja trs memikirkan wanita itu. 1bulan setelah kejadian berpapasan dengan wanita itu. Tiba-tiba Bajja shock, karena wanita itu (arra) terlihat di kantor desain grafisnya. Ia akan membuat buku untuk ulang tahun pacarnya. Ia membuat buku ttg perjalanan cintanya tentang pacarnya. Hal ini membuat bajja galau juga. Tapi bajja tetap berusaha kuat....(•̀_•́)ง
Arra yang ada di imajinasiku, adalah sesosok wanita yang lembut, dia seperti mempunyai sebuah masalah yang ia pendam sendiri dalam hatinya. Atau mungkin inilah sosok wanita penggalauan sejati. Mungkin dia punya akun facebook yg berisikan status-status galau, dengan akun yang berama Arra Tak Ingin Dicakiti.. Hmm mungkin, entahlah ..
Hubungan Bajja dan Arra semakin dekat. Ditambah Arra sering berkunjung ke rumah Bajja, disaat Arra sedang galau, ia akan berkunjung ke rumah Bajja..meluapkan semua disana. Setelah ia tenang, ia pergi. Meninggalkan Bajja yang tiap hari memikirkannya. Dan ia akan datang lagi ketika hatinya sedang kelabu. Lama-kelamaan, wanita itu jadi terbiasa untuk berkunjung ke rumah Bajja. Ia sering rela menunggu didepan rumah Bajja sampai Bajja pulang. Lalu agar Arra tidak menunggu terlalu lama di halaman rumah, Bajja akhirnya memberikan kunci rumahnya kepada Arra. Sehingga arra tak perlu lagi menunggu Bajja dihalaman rumahnya ketika Bajja belum pulang..
Hmmm, Dan yg aku suka... Novel ini menggunakan kata "engkau" sebagai pengganti kata 'kamu'.. 
Misalnya " ah engkau ini....."
Ini yg membuat buku ini terasa manis dibaca... :)
Oke, back to the story... Ceritanya blm selesai..ini masi setengah cerita.. 
Masih ada Canta, mantan kekasih Bajja yg kembali.. Lalu ada arra yg tak jadi menikah & lalu mencari Bajja kembali.. Dan masih banyak.. Tapi tak enak rasanya kalau menceritakan smua disini...
Secara keseluruhan..Cerita dari novel ini terasa sangat manis.. Membuat seorang menjadi ingin jatuh cinta..  Well, Mr. Penulis.. Aku menikmati (un)affairmu.. Aku memacarinya semalam & perasaan puas ketika selesai membacanya :)
Regard.
Pembaca [Un]affair-mu

http://elyaresha.blogspot.com/2013/07/unaffair-novel-by-yudhi-herwibowo.html

Sabtu, 29 Desember 2012

Review [un]affair oleh Hindraswari Enggar di Blog Resensi Buku

Judul: [Un]affair
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penerbit: bukuKatta
Tebal: 170

“Pertemuan itu sebenarnya mudah saja. kita yang membuatnya menjadi rumit.” (halaman 70)

Tokoh di buku ini bernama Bajja. Bajja adalah lelaki penyuka hujan. Selepas kuliah ia memutuskan untuk pindah ke sebuah kota kecil. Kota Sendu sebutannya, kota di mana mendung, gerimis, dan hujan senantiasa hadir. Di sini Bajja bekerja sebagai desainer grafis di sebuah percetakan buku. Suatu hari di perhentian sebuah kereta ia bertemu dengan seorang perempuan yang menarik perhatiannya. Nama perempuan itu Arra, yang kelak menjadi pelanggannya.

Arra adalah sosok perempuan muram. Ia tak banyak bicara seperti juga kehadirannya yang seperti angin. Ada kalanya ia menghubungi dan menemui Bajja, untuk kemudian berhari-hari menghilang. Dan di saat Bajja lelah menunggu, Arra selalu datang kembali.

“tapi selalu saja, bila suasana hatiku tengah begitu buruk, aku sama sekali tak bisa menolak untuk kemari.” (halaman 84)

Bajja tidak pernah menolak kedatangan Arra. Walau ia juga tidak berani berharap lebih pada hubungan mereka, karena ia tahu Arra telah memiliki seorang kekasih. Sampai suatu ketika surat undangan diselipkan Arra di bawah pintu rumahnya.

Sementara itu, Canta, mantan pacar Bajja memutuskan untuk menerima tawaran bekerja di kota Sendu. Kedatangan Canta di kota Bajja membangkitkan kembali kenangan pada cinta yang pernah hadir diantara mereka. Canta yang masih menyimpan rasa cinta. Dan Bajja yang masih belum bisa melupakan sosok Arra.
“udara ini dipenuhi oleh zat-zat untuk melupakan seseorang.”

“Rasanya ketika seseorang yang pernah sangat istimewa bagi kita berkata secara langsung bila ia berusaha melupakan kita, sepertinya kita tak akan sepenuhnya ikhlas mendengarnya.”(halaman 119)
Saya membeli novel ini karena tertarik membaca resensi salah seorang teman BBI. Ya, itu sudah pasti, teman-teman di BBI ini memang menuangkan racun berbisa :) .

 Yang saya suka dari novel ini adalah kalimat indah yang dirangkai dengan manis oleh penulisnya. Sederhana tapi puitis. Ceritanya sendiri sebenarnya sederhana, tapi dialog dan renungan dari para tokohnya mampu melarutkan perasaan kita sebagai pembaca. Tutur bahasanya juga rapi. Beberapa kalimatnya mampu membuat saya mengingat kenangan-kenangan masa muda dengan nuansa yang lebih dewasa.. halah..hehehe. Tidak menya-menye tapi oke :)


http://buku.enggar.net/2012/12/10/974/

Kamis, 22 November 2012

[Un]affair By Yudhi Herwibowo, review Annisa Anggiana di My Book Reviews Corner

Penerbit : Bukukatta
Tebal : 169 Halaman
“Kenapa sebuah lagu bisa diterima di semua tempat, di semua negara? Musik memang universal, tapi kisah dibalik lagu itulah yang membuatnya semakin diterima. Itu artinya sebuah kejadian seperti dalam lagu itu ternyata terjadi pula di tempat-tempat lain. Jadi seseorang seharusnya tidak perlu terlalu sedih akan sesuatu, karena di tempat lain pun, ada orang yang bersedih karena hal yang sama.”
Aaaakkhh ternyata Yudhi Herwibowo kalo menulis romance baguuuss ^_^ hehe.. Udah ada feeling waktu baca Perjalanan Menuju Cahaya, kayaknya kalo nulis drama atau romance bakalan sedih ceritanya dan ternyata ngga jauh2 tuh.. Hehe.. Because sometimes sad ending does make a story felt more real.. Life ain’t a fairy tale right?
Buku ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Bajja yang memilih untuk berkerja dan tinggal di sebuah kota kecil bernama Kota Sendu. Kota Sendu? Iya.. Sebuah kota kecil dimana hujan selalu datang, dihiasi oleh taman yang dilengkapi dengan bangku-bangku untuk menghabiskan waktu, sebuah toko buku tua di pojokan jalan dan cafe dimana seseorang bisa membunuh malam dengan nyamannya. Akhhh semakin dijelaskan semakin saya ingin terjun masuk ke dalam buku dan tinggal di kota sendu ini.
Kembali ke cerita Bajja.. Huuumm.. Saya punya teori gila kalo sebenarnya setiap manusia hidup di frekuensi jiwa (soul) yang berbeda-beda. Dan bisa menemukan seseorang yang berada di frekuensi jiwa yang sama untuk menjadi sahabat, pasangan hidup atau sekedar rekan kerja adalah anugrah yang luar biasa. Dan biasanya jika kita menemukan seseorang yang berada dalam frekuensi yang sama, semua hal akan bergulir begitu saja seperti memang sudah digariskan, bagaikan potongan puzzle yang akhirnya menjadi masuk akal dan membentuk sebuah gambar yang berarti. Tiba-tiba kita seperti telah mengenal orang tersebut begitu lama, bisa saling memahami tanpa banyak bicara.
Saya rasa itu yang terjadi ketika Bajja dan Arra saling menemukan. Sayangnya Arra sudah memiliki kekasih, walaupun dari apa yang diceritakan, sepertinya orang itu lebih banyak membawa kesedihan daripada kebahagiaan buat Arra.
Pertemuan Arra dan Bajja bisa dihitung oleh jari, namun memang tidak akan butuh lama untuk dua orang dalam frekuensi yang sama untuk saling mengenal, dan prosesnya memang sulit untuk dijelaskan. Terjadi begitu saja.
Di pertemuan terakhir Arra mengabarkan bahwa ia telah dilamar oleh kekasihnya, dan tidak pernah muncul lagi di kehidupan Bajja. Undangan pernikahan datang ke rumahnya tidak lama setelah itu. Kehampaan yang khas ketika seseorang baru saja mengalami perpisahan pun mengisi relung hati pemuda itu.
Sesungguhnya semasa kuliah Bajja memiliki seorang kekasih bernama Canta. Namun ketika lulus karena belum siap dengan rencana apapun mereka menempuh jalan masing-masing.
Siapa sangka kemudian Canta datang ke Kota Sendu. Profesi Canta sebagai dokter memungkinkan dirinya untuk pindah ke kota itu, kota dimana Bajja tinggal. Hari-hari Bajja pun kembali diisi oleh Canta. Namun hidup memang kadang persis seperti panggung sandiwara dimana kita adalah aktornya, namun kita tidak pernah tau skenario apa yang menunggu kita di adegan berikutnya. Sisanya baca sendiri ya! ^_^ hehe..
Hhhhhh.. Jadi pengen tinggal di Kota Sendu..
“Pertemuan itu sebenarnya mudah saja, kita yang membuatnya menjadi rumit.”


http://annisaanggiana.wordpress.com/2012/11/23/unaffair-by-yudhi-herwibowo/

Minggu, 21 Oktober 2012

[un]affair, review Stefanie Sugia Bookie Loocker

Started on: 16.Oktober.2012
Finished on: 16.Oktober.2012

Judul Buku : [un]affair
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Penerbit Buku Katta
Tebal : 172 Halaman
Tahun Terbit: 2012

Rating: 3/5
"Aku tahu ini tak salah. Aku hanya seorang manusia di antara bentangan perasaan. Terlalu kecil. Terlalu lemah. Jadi bagaimana bisa aku memilih, bila hati yang kemudian memutuskan? Bagaimana pula aku mengelak, bila otakku tak mau menuruti? Toh, untuk saat ini, aku kembali membela diri, aku hanya berpikir tentang kehadirannya di dekatku. Tak lebih dari itu."
Seorang lelaki bernama Bajja. Sebuah kota yang sendu. Sebuah pertemuan singkat tanpa kata di palang pemberhentian kereta - di sanalah Bajja melihat sosok seorang perempuan yang menarik perhatiannya. Pertemuan singkat itu tentu saja dapat mudah terlupakan, karena keduanya sama sekali tak bertukar sapa. Tetapi apa daya jika takdir mempertemukan Bajja kembali dengan perempuan itu di kantornya. Perempuan itu bernama Arra; datang ke kantor percetakan tempat Bajja bekerja untuk membuat sebuah buku yang akan dijadikan hadiah untuk kekasihnya. Pertemuannya kembali dengan Arra, membuat Bajja tidak bisa lagi melupakan perempuan itu.

Bajja tak berharap banyak pada Arra, karena ia tahu perempuan itu sudah mempunyai pujaan hatinya sendiri. Akan tetapi, keduanya terus bertemu kembali. Awalnya di sebuah kafe; dan kali berikutnya, Arra datang saat hujan turun. Waktu itu tengah malam saat Arra datang ke rumahnya; tanpa penjelasan apa-apa duduk begitu saja di atas sofa usang di ruang tengah. Tak lama kemudian, Arra tertidur di atas sofa rumah Bajja; lelaki itu menatap wajah Arra yang tampak rapuh - meninggalkan banyak pertanyaan yang tak terucap dalam hati Bajja. Namun Bajja harus puas dengan pertemuan singkat itu, karena keesokan harinya Arra sudah hilang, lenyap - tanpa kabar. Saat Bajja sudah berusaha melupakan, perempuan itu selalu kembali datang di saat yang tak terduga dalam keadaan sedih; seolah menjadikan sofa Bajja dan lelaki itu, sebagai tempat pelarian hatinya.
"Aku tahu aku seharusnya memang begitu. Terlebih saat aku tahu ia membuatkan buku untuk kekasihnya! Tapi itu tentu tak mudah. Siapa yang bisa menahan hati untuk tak menemukan? Siapa yang bisa menahan hati untuk tak memilih? Karena kadang mereka bergerak sendiri tanpa kita menyadari!"
Namun apa yang terjadi jika Arra akhirnya benar-benar pergi dan tidak kembali lagi? Bagaimana jika Bajja dihadapkan dengan pilihan lain - kekasih hatinya di masa lalu yang kembali lagi dalam kehidupannya?
Baca kisah selengkapnya di [un]affair.
image source: here. edited by me.
Kesan pertamaku saat menyelesaikan buku ini adalah menyimpulkan bahwa ini adalah sebuah buku dengan cerita galau. Setiap kalimat yang dituliskan, karakternya, bahkan jalan ceritanya sendiri, semuanya menyiratkan kegalauan - bahkan berhasil membuatku ikut-ikutan galau saat membacanya. Tentu saja ini adalah pertama kalinya bagiku membaca karya Yudhi Herwibowo, dan aku cukup terkesan dengan gaya penulisannya yang sangat puitis dan benar-benar sendu; berhasil mendukung mood ceritanya yang juga mellow dan galau.

Sayangnya, entah mengapa aku kurang bisa begitu relate dengan alur ceritanya dan karakternya. Alur ceritanya dari awal datar; kemungkinan besar karena pembawaannya yang selalu sendu. Masalahnya sendiri hanya berkisar antara Bajja, Arra, dan Canta - perempuan dari masa lalu Bajja. Jujur saja, tidak ada konflik yang terlalu emosional terjadi. Karakter-karakter yang ada dalam cerita ini pun tidak begitu mencolok; semuanya adalah tokoh-tokoh biasa, yang mungkin akan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Karakter Bajja akan selalu aku ingat sebagai cowok yang pikirannya rumit dan galau - mungkin tipikal pemikiran orang yang sedang jatuh cinta. Akan tetapi aku berhasil bertahan membaca kisah ini hingga akhir karena rasa penasaranku tentang apa yang akan terjadi pada kisah cinta Bajja.

Seperti yang sudah aku sebutkan sebelumnya, salah satu kelebihan buku ini adalah penulisan ceritanya dan gaya bahasanya yang mendayu-dayu sekaligus puitis. Ada beberapa bagian yang begitu puitis dan galau, membuatku termenung dan membaca kalimat tersebut berulang-ulang. Kisah ini bahkan menggunakan kata 'engkau' dalam sebuah percakapan - yang sejujurnya adalah sesuatu yang baru pertama kali aku temui. Meskipun begitu, penggunaan tersebut tidak terasa terlalu aneh karena sepanjang cerita mood-nya memang sesuai.

Overall, meskipun aku kurang merasa begitu terikat dengan jalannya cerita buku ini, aku tetap bisa menikmatinya dengan sangat baik - bahkan menghabiskannya dalam jangka waktu kurang dari satu hari. :) *In the end, terima kasih untuk Oky yang telah berbaik hati meminjamkan buku ini untukku ^^ Quote favoritku dari buku ini sebagai penutup:
"Musik mungkin universal, tapi kisah di balik lagu itulah yang membuatnya semakin diterima. Itu artinya sebuah kejadian seperti dalam lagu itu ternyata terjadi pula di tempat-tempat lain. Jadi seseorang seharusnya tak perlu terlalu sedih akan sesuatu, karena di tempat lain pun, ada orang yang bersedih karena hal yang sama."


http://thebookielooker.blogspot.com/2012/10/book-review-unaffair-by-yudhi-herwibowo.html

[un]affair, review Sulis di Kubikel Romance

Cinta memang tak mengenal tempat dan waktu untuk berlabuh, dia datang sesuka hatinya kepada siapa pun itu. Di sebuah perlintasan kereta api, Bajja menemukan tambatan hatinya, seorang gadis yang berwajah sendu. Bajja begitu tertarik padanya tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencari tahu lebih, dia melihat gadis itu hanya sepintas tanpa tahu identitasnya. Keberuntungan datang pada Bajja, suatu hari gadis itu datang ke tempat kerja Bajja dengan tujuan ingin membuat sebuah buku dari hasil tulisannya. Bajja tidak membuang kesempatan itu, langsung menyanggupi dan bertanya siapa namanya, Arra. Bajja ingin sekali tahu apa yang ditulis oleh Arra namun takut akan mengganggu privasinya, tapi bagaimana pun Bajja harus tetap membacanya selain dia bertugas mencetak dan 'merapikan'. Kenyataan pahit di dapat, buku itu dibuat untuk kekasih Arra.

"Mungkin terasa berlebihan. Aku sadar, saat itu atau pun sekarang, aku terlalu terbawa perasaan. Semu seakan begitu mudah menggiringku. Hanya sesuatu yang kecil saja, dapat melemparku dalam frame-frame lain yang tak kupahami."
Bajja kecewa, tapi dia tetap menerima Arra ketika gadis itu datang ke rumahnya, duduk di sofa usang dan merenungkan kehidupannya yang tampak dari luar banyak masalah. Bajja hanya bisa memandangnya tanpa bertanya apa yang terjadi. Dia menyediakan tempat untuk Arra, hatinya, rumahnya, sofanya. Kemudian Arra menghilang tanpa kabar, datang kembali, menghilang tanpa kabar lagi, dan terakhir yang sangat membuat Bajja terluka adalah ketika ada undangan pernikahan untuknya dari Arra. Sejak itu, Bajja ingin melupakan Arra, gadis sendu yang telah membuat hatinya kacau. Bajja belajar move on ketika mantan pacarnya datang lagi, Canta. Tapi, rasa yang dulu perneh mereka rasakan kini berubah, bagaimana pun usaha Bajja untuk melupakan Arra tidak pernah berhasil.

Pertama kali baca bukunya mas Yudhi, padahal udah beberapa kali ketemu, ihik, jadi malu. Mungkin sudah banyak yang tahu kalau mas Yudhi ini lebih familier dengan buku-buku bertemakan sejarah atau komedi, dan itu bukan cangkir teh saya, jadi maklum dong kalau saya baca buku romance pertama yang dia tulis #ngeles . Karena belum pernah baca bukunya yang lain, saya belum terbiasa dengan gaya penulisannya. Di buku ini deskripsinya bagus, luas, menggunakan bahasa baku namun tidak kaku. Bakat menulis cerita humor juga dia tuangkan di buku ini, contohnya adalah beli nisan satu gratis satu dan ketika Bajja ketemu Wara, ehm pasti deh langsung bikin senyum-senyum., Bajja jadi ketauan kalau dia punya selera humor. Berbeda kalau ketemu Arra, dia akan menjadi mellow, nggak banyak bicara, cenderung malu. Kalau ketemu Canta, dia bisa menjadi seorang cowok penggombal. Untuk karakter Arra, dia tidak banyak dibicarakan, sangat misterius, yang saya tahu tentang dia adalah pacarnya sering berbuat kasar padanya, seorang penyendiri dan pendiam. Selain kedua karakter utama itu, karakter lainnya tidak dijelaskan secara detail oleh penulis, penulis lebih memusatkan atau mendiskripsikan suasana. Selain karakter tokoh yangntidak dijelaskan dengan detail, settinggnya pun juga, kota sendu, kota yang sering kedatangan hujan.

Minim typo, saya suka covernya, dari ketiga pilihan yang ada di sini saya setuju dengan pengambilan cover sofa ini, sofa adalah saksi kisah cinta Bajja dan Arra, jadi pas. Sayangnya, saya agak terganggu dengan penempatan sepatu merah dan majalah, lebih enak kalau hanya sofa saja, merusak pemandangan. Kemudian saya juga agak terganggu dengan seringnya tanda "!" di akhir kalimat (tanda seru dipake sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak percayaan, atau rasa emosi yang kuat,sumber) mungkin penulis bermaksut menegaskan, tapi ketika membacanya itu malah membuat saya terganggu. Kemudian, saya tidak terlalu suka dengan endingnya, kasihan Bajja, .

Bagian yang paling mengharukan menurut saya adalah ketika Arra menyobek-nyobek buku yang sudah dibuat Bajja, kemudian Bajja memperbaikinya lagi, mencoba kembali seperti semula. Bajja kebaikan deh sama Arra.
"Aku tahu ini tak salah. Aku hanya seorang manusia diantara bentangan perasaan. Terlalu kecil. Terlalu lemah. Jadi bagaimana bisa aku memilih, bila hati yang kemudian memutuskan? Bagaimana pula aku mengalah, bila otakku yang tak mau menuruti? Toh, untuk saat ini, aku kembali membela diri, aku hanya berpikir tentang kehadirannya di dekatku. Tak lebih dari itu."
Buat yang ingin tahu gimana romantisnya mas Yudhi, baca deh buku romance pertamanya ini

3 sayap untuk wajah sendu di kota sendu



http://kubikelromance.blogspot.com/2012/10/unaffair.html

Minggu, 07 Oktober 2012

[un]affair, [un]forgetable, [un]predictable, review Ary Yulistiana (penulis 100th Dragonfly)



Sebuah catatan kecil dari novel [un]affair karya Yudhi Herwibowo

Ihwal terbitnya novel ini saya ketahui dari kolom berita sebuah surat kabar lokal, yang memuat profil penulisnya. Dalam kesempatan tersebut, sang penulis (siapa lagi kalau bukan Yudhi Herwibowo) mengatakan akan segera meluncurkan novel berikutnya yang bergenre cinta. Diakuinya novel tersebut merupakan novel pertamanya yang bergenre cinta, ehm. Langsung terbayang di benak saya deretan karya penulis yang sungguh baik hatinya itu, mulai dari cerita humor, roman sejarah, sampai kisah-kisah inspiratif

Dan pada sebuah akhir pekan, saya mencari buku tersebut di Gramedia. Karena malas mencari secara langsung karena banyaknya display di berbagai rak dan meja, dan sedang terburu-buru, saya langsung menuju ke komputer yang ada di tengah ruangan untuk melacak keberadaan buku tersebut. Perlu beberapa kali ketik juga ketika pencarian. Karena bila hanya diketik unaffair demikian, maka tidak bisa muncul judul bukunya. 

Akhirnya ketemu juga novel tersebut. Ilustrasi covernya sederhana dan bersahaja (itu menurut saya). Sebuah sudut ruangan berlantai papan, dibatasi tembok dengan cat yang mengelupas di beberapa bagian, terkesan dingin, sunyi, dan lapuk. (Nantinya barulah saya memahaminya; Rasanya cukuplah desain cover novel tersebut semuram suasana hati saya selepas menyelesaikan kisah sendunya.) Namun pada saat yang bersamaan tersaji antitesis berupa sofa modern minimalis yang bagus dan bersih, dan... sepasang stiletto merah mengilat.... Sungguh memunculkan banyak dugaan.

Daftar isi yang tersaji, hm, juga tampil beda. Yang biasanya identik dengan kalimat pendek, di novel tersebut daftar isi berupa kalimat-kalimat majemuk yang dinukil dari tiap bagian. Soal jalan ceritanya, saya hanya akan menuliskan sedikit saja, mengingat sudah banyak review sebelumnya atas buku ini.

Terkisah lelaki sederhana bernama Bajja (yang langsung mengingatkan saya pada Wajja, salah satu tokoh di novel Menuju Rumah Cinta-Mu) seorang desainer grafis yang terjebak dengan perasaannya sendiri untuk menjalin kisah dengan gadis bernama Arra. Bermula dari perjumpaan tidak sengaja di dekat palang kereta, berlanjut saat Arra memesan cetak digital buku di kantornya, lalu di kafe V dan pertemuan-pertemuan sendu di rumah kontrakannya, kisah Bajja dan Arra terangkai dengan tidak sederhana. Antara kesedihan, kegamangan dan kerinduan, namun terbungkus dengan romansa, perhatian yang manis, desir yang menyeruak, dan rinai hujan yang kerap menjadi sutradara atas kebersamaan mereka. 

Bajja, lelaki yang membiarkan dirinya untuk menuruti apa yang terjadi. Membiarkan pintu ruang hatinya terbuka dan membiarkan banyak hal begitu saja memporak-porandakan isinya. 

Termasuk pada saat Canta, kisah cintanya yang lama, masuk kembali begitu saja ke ruang hatinya. Sesungguhnya Bajja tak pernah benar-benar sanggup menutup pintu hatinya. Hingga Arra dan Canta berada pada sudut yang tak pernah diduganya. 

Novel yang teramat sendu, teramat menyedihkan. Kepiawaian penulis menyajikan plot dan setting sudah tidak diragukan lagi karena begitu banyaknya karya yang telah ditulis. Membaca halaman demi halaman, saya seakan berada di tempat-tempat dimana mereka berada. Di dekat palang kereta, di kesibukan kantor Vanila Ice Design, menonton Everton di V, kedinginan berhujan-hujan, juga di rumah kontrakan berarsitektur lawas yang berdinding tinggi dan nyaman. Namun di akhir cerita, saya masih juga bertanya-tanya, luka apa sebenarnya leher Arra ketika itu, dan, lelaki bertato kuda berlari di lengan kanan; siapa dia dan bagaimana? 

Dengan kepiawaian sang penulis, apalagi yang bisa ditawar dari novel ini? Rasanya tidak ada. Kalaupun ada, barangkali hanya hal yang tidak terlalu penting dan subyektif dari sudut pandang saya (haha, tentu saja). Subyektivitas saya antara lain: Ketika membaca novel ini, dalam beberapa bagian saya sedikit terganggu dengan gurauan yang coba dihadirkan oleh penulis. Terutama pada dialog antara Bajja dan Wara, teman sekantornya. Rasanya malah kurang pas untuk dibaca, misalnya pada dialog “cinta akan membawamu kembali” yang kemudian ditambahkan kalimat “hutang akan membawamu kembali”, atau pada bagian “Tuyul dan Mbak Yul” Entah kenapa dialog antara Bajja dan Wara tersebut terasa mengganggu dalam beberapa bagian. Novel ini mungkin disajikan secara simpel dan santai, namun bila gurauan-gurauan tersebut dihilangkan, rasanya tetap akan bisa tercipta suasana cair dan akrab antara Bajja dan Wara. 

Kemudian, karakter tokoh yang ada seharusnya bisa lebih diperkuat lagi. Nama Bajja, Wara, Canta, Arra, rasanya sebanding dengan nama Pak Hangga, Mbak Fati, lalu Vae. Penguatan karakter mungkin dapat dilakukan dengan pemberian makna dan pemberian nama panjang untuk tokoh utama. Sementara nama-nama tokoh dalam novel terkesan asing dan kurang dimaknai –kecuali Bajja yang dijelaskan karena keinginan dan harapan orang tua Bajja-. Bagi saya, karakter tokoh sangat bertalian dengan nama yang disandang.

Hal lain yang sangat sepele dan tidak mengurangi keindahan cerita adalah penulisan beberapa kata ulang. Misalnya penulisan kata “....menemukan e-book-e book menarik....” (hal.16) mungkin bisa disederhanakan  dengan “....menemukan berbagai e-book menarik...”, lalu pada dialog halaman 61, “ ...apakah aku masih menyimpan mie-mie itu?”, mungkin lebih enak dibaca “...apakah aku masih menyimpan mie?”. Juga pada penggunaan kata pada hal. 162 mengenakan jubah dokternya mungkin lebih pas mengenakan jas praktiknya. Dan beberapa penulisan kata yang sungguh teramat sepele dan tidak mengganggu jalannya cerita.

Apapun, novel ini berhasil mengaduk emosi pembacanya, dan memaksa menuntaskan membaca hingga akhir cerita. Entah dengan meneteskan air mata, ataupun menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan hati atas sendunya cerita... Bravo...!